Selingan untuk Anda

Thursday 27 August 2015

Melati Jasmine

Karya : Ayah Raziq
Editing : Gorila



Waktu terus berlalu
tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan
masih terlihat jelas
senyum terakhir yang kau beri untukku.
---

Gadis kecilku berlarian indah mengitari taman mengejar kupu-kupu. Gaunnya putih, senada dengan warna melati yang tumbuh di sekitarnya. Taman sederhana halaman rumah kami.


"Mel, hati-hati ya, Sayang ...!"

"Iya, Ayah." Dia menoleh ke arahku yang tengah duduk di bangku teras, lalu tersenyum. Sebuah gurat indah, persis seperti senyum ibunya.

Aku tertegun. Ingatan tentang wanita pilihanku tersebut membuat mata ini tergenang oleh butiran kesedihan.

***
Petir bersahutan, hujan semakin lebat, namun aku nekat terus melaju menembus hujan dan genangan air di jalanan. Di balik helm, pikiran ini kalut.

Pimpinan perusahaan tempatku bekerja tertangkap tangan melakukan penyuapan, terhadap oknum pejabat di lingkungan PU untuk memuluskan proyeknya.

Sial! Aku adalah orang yang mempertemukan dan memperkenalkan mereka beberapa hari sebelumnya.

Kedekatan di antara kami, membuat namaku mau tak mau dilibatkan dalam hal ini. Kabar terakhir yang kuterima, KPK telah menggeledah kantor dan mencariku untuk diminintai keterangan. Segera setelah semua karyawan memutuskan untuk pulang dan berhenti bekerja.

"Abang, kok pulangnya cepat? Kenapa enggak nunggu hujan reda? Jadi basah kuyup begini kan!" Aku hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan isteriku.

Dengan cekatan dia membuka jaket dari tubuhku lalu bergegas mengambil handuk dari kamar.

"Ada masalah apa, Bang?" Ia menatap mataku dalam, seolah menyadari ada yang salah dengan pikiranku saat ini. Ahh ... tatapan itu.

"Kantor bubar. Pak Cipto ditangkap KPK." Aku hanya mematung bergerak sesuai perintahnya, sementara ia dengan gesit menyeka tubuhku dengan handuk.

"Mandi dulu ya, Bang. Biar segera aku siapkan air panas." Ia menyeret lenganku menuju kamar mandi yang berdekatan dengan dapur. Meyalakan kompor untuk memanaskan air lalu sekali lagi membantuku melepaskan pakaian yang tersisa. Semua dilakukannya dengan senyum.

***

"Abang yang tenang ya! Aku percaya abang enggak mungkin terlibat kasus itu," ujarnya sambil menyodorkan segelas teh melati. Lagi-lagi melati, yang membuat hidupku begitu indah.

"Terima kasih, Sayang! Tak tahu apa jadinya aku tanpamu."

"Hey, calon bapak anakku tidak boleh lemah begitu." Tanganku ia raih lalu diusapkan ke perut buncitnya. "Tegarlah, Bang ... demi anak kita."

Sirine mobil kepolisian terdengar dari arah luar. Air mataku menetes, bukan takut, tapi sedih karena harus meninggalkan Jasmine, isteriku. Entah untuk berapa lama, sementara usia kandungannya tinggal menghitung hari.

Jasmine memelukku erat, seakan membaca kegelisahan yang aku rasakan.

"Hadapi, Bang! InsyaAllah semua akan baik-baik saja." Tidak ada perubahan dari raut wajahnya. Begitu lembut dan meneduhkan.

Mengiri langkahku bersama Polisi dan KPK untuk dimintai keterangan.

---
Hanya dirimu yang pernah
tenangkan 'ku dalam pelukmu
saatku menangis.

***
Sudah cukup keterangan yang kuberikan, keterlibatanku atas kasus ini juga tak terbukti. KPK membebaskanku seiring kabar yang kuterima bahwa Jasmine sudah berada di rumah sakit, dia terjatuh di kamar mandi dan mengalami pendarahan hebat. Operasi harus dilaksanakan. Janin dari rahim isteriku harus dikeluarkan.

Aku tiba di rumah sakit saat operasi tengah berlangsung. Kecamuk di dada semakin menjadi-jadi, terlebih lagi mengahadapi kenyataan bahwa aku tidak diijinkan mendampingi Jasmine selama proses operasi.

"Anda suaminya ibu Jasmine?" tanya salah seorang perawat padaku.

"Benar, Sus ... b-bagaimana keadaan isteri da..dan anak saya?"

"Anak bapak selamat, karena lahirnya agak prematur, sekarang dia dirawat di ruang inkubasi. Isteri bapak sekarang masih koma. Mohon bersabar menunggu informasi dari kami selanjutnya."

Bagai dihantam ribuan ton pemberat, seketika lututku lunglai menyentuh tanah tanpa tahu harus berbuat apa.

***
"Bang ...," lirih suara Jasmin saat tersadar dari koma.

"Iya, Sayang." Tangannya aku genggam, seakan tak ingin kulepaskan. Ia tersenyum, lagi-lagi tersenyum.

"Bagaimana anak kita, Bang?"

"Dia cantik, Sayang. Persis seperti kamu."

"Alhamdulillah ..., rawat dia, Bang. Maafkan aku ... aku mungkin enggak bisa menemanimu membesarkannya."

"Jasmine sayang jangan bicara seperti itu! Kamu ga boleh bicara seperti itu!" Untuk terakhir kali ini aku melihat senyumnya, sebelum matanya menutup dan tak pernah terbuka lagi.

"Jasmiiiiiiinnnnneeeeee!" Tak kuasa kutahan teriakan dan tangis mengiringi kepergian Jasmine. Menggema kesekeliling ruang rumah sakit.

***
Pandanganku masih terpaku pada gerak-gerik lincah bidadari kecilku. Riangnya begitu indah, dialah duniaku saat ini.

Gerakan indah berlariannya terhenti ketika ia tersandung sebuah akar pohon dan terjatuh. Aku seketika berlari kearahnya.

"Ayah kan tadi sudah bilang, Sayang. Kamu hati-hati." Ada goresan di lengan kirinya, setelah aku perhatikan. Sedikit berdarah tapi dia tak menangis.

"Melati ga apa-apa kok, Yah ..., Ayah tenang aja." Ia tersenyum, senyum indah Jasmine yang masih kuingat jelas, berdiri lalu berlari riang kembali.

---
Bila aku, harus mencintai dan berbagi hati
itu hanya denganmu
dan bila harus tanpa dirimu
akan tetap kulalui hidup tanpa bercinta.

(end)

Lirik Lagu: Elemen
Judul: Rahasia Hati


Sumber :
https://www.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/977511532310738/?comment_id=977521758976382&notif_t=group_comment_reply

No comments:

Post a Comment

Harap Berikan Komennya Walau Hanya Satu Kata