Selingan untuk Anda

Saturday 12 September 2015

Elemental Wizard II ~ Barren Battle (1)

Oleh : Gorila

Denting logam beradu. Membelah kekosongan kaki gunung batu di tanah gurun tak bernama.

Teriakan, erangan, umpatan-makian, hingga bisik gemeletuk ketakutan mewarnai beringas gerakan puluhan orang yang sahut menyahut membalas serangan.

Berliter-liter darah tertumpah membasahi tandusnya tanah berpasir. Diserap cepat, meninggalkan bercak merah diterangi pucatnya cahaya rembulan.


Pedang Reyez beradu dengan salah satu anggota bandit Targan. Adu kekuatan terjadi. Keduanya saling mendorong keras, berusaha menjebol pertahanan lawannya.

Satu hentakan kuat wakil komandan serikat Karpas tersebut, membuat tubuh bandit berwajah sangar--dengan banyak luka dan bopeng memenuhi--terpelanting ke belakang.

Kilap tajam digenggaman Reyez menelusup tubuh lawannya dalam satu tusukan. Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah terbuka lebar.

Sekilas nanar matanya menangkap sosok kurus berotot gempal yang masih berdiri tenang di atas bukit pasir. Menyeringai dingin dengan tatapan merendahkan ke panggung pertarungan di bawahnya.

Satu tarikan napas berhias apitan rahang yang mengeras, menjadi awal satu sentakan Reyez menerjang lurus. Menuju sang iblis yang menjadi pion raja pasukan lawannya.

Kakinya memegas kuat mengukir jejak di atas kanvas pasir. Sebuah lukisan tegas yang memancarkan aura keberanian dari pemiliknya.

Tubuh Reyez melambung dengan satu hentakan. Memperpendek jaraknya dengan lawan yang akan dia tantang.

Sekelebat kilau logam menerjang. Pemuda itu memelintir tubuhnya di tengah udara. Menghantamkan punggung pedang ke pisau yang mengarah ke dirinya.

Masih bergeming Reyez di tengah lompatan, ayunan kampak besar telah bersiap menyambutnya.

Tahu jika mustahil menangkis hujaman itu, Reyez kembali berkelit, dengan menghentak bagian pipih kampak besar dengan satu dorongan tangan.

Mendarat tergeser tubuhnya, tergulir di liatnya butiran pasir.

Belum sempat kakinya menjejak, mengokohkan poros tubuh, si besar pembawa kampak dan si kerdil dengan pisau terselip di sela jari tangannya telah merangsak maju.

Enam pisau membelah dingin malam, meluncur diselimuti hawa gila haus darah, menyasar korbannya yang masih terpaku.

Pasir yang dipijaknya serasa hidup, menghisap dirinya, mengunci gerakannya untuk berkelit.

Empat refleksi sinar pucat terpancar yang disusul percik bunga api dari logam yang beradu. Sementara dua kilat perak lainnya melenggang pergi setelah menggoreskan luka di pundak Reyez.

Tiada waktu untuk merintih kesakitan. Ayunan besar kembali datang menghujam. Reyez melompat ke samping, menghentakan kakinya yang masih terpaku.

Kampak besar itu membelah tandusnya pasir, sementara tajamnya pedang bermata dua milik Reyez mengerat daging di kaki si besar.

Luka itu terlalu dangkal untuk menghentikan pergerakan lawannya, hingga akhirnya pertarungan tidak seimbang pun tak dapat dielakan.

Bergantian ayunan kampak mengiringi kilauan pisau terbang yang sesekali disabetkan hingga mengukir luka-luka kecil di sekujur tubuh Reyez.

Napas pemuda tegap itu mulai memburu. Akumulasi kelelahan dan rasa sakit dari luka yang dia dapatkan. Hingga sapuan kampak menggerus lantai gurun dan membuyarkan formasi pasir yang menjadi pijakan. Memaksa Reyez untuk melompat demi menghindarinya.

Si kerdil menyeringai penuh kemenangan. Disentakan tangannya yang mengapit dua belas pisau sepenuh tenaga.

Darah membuncah keluar. Didorong tajamnya mata senjata yang menembus batok kepala. Si kerdil jatuh berdebum di atas pasir dengan mata membelalak dan sebuah hiasan anak panah yang menelusup di kepalanya.

"Carbes ...!" longlong si besar meratapi tubuh temannya.

Penuh emosi si besar mengayunkan kampaknya, lebih kuat dari sebelumnya. Membawa amarah menderu ke udara yang dibelahnya.

Sapuan senjata itu tidak sedikitpun menyiutkan nyali Reyez. Dia merangsak maju mendekati lawannya yang tanpa pertahanan.

Pedang Reyez menancap dalam di sisi perut si besar.

Pekik kesakitan membahana. Terpantul di landainya dinding gunung.

Si besar mengibaskan tangannya dengan tinju terkepal. Mencoba memberikan hantaman kepada lawannya yang telah menghujam rasa sakit di tubuh.

Reyez melompat mundur untuk mengelak. Menarik pedang dalam genggaman yang dihiasi semburan darah, lalu kembali menerjang ke celah yang terlihat. Dada sebelah kiri yang terbuka lebar, tempat jantung bersemayam.

Tameng merah sekeras baja menahan laju hujaman pedang di tangan Reyez. Mementahkan serangannya yang telah diperhitungkan matang. Menyisakan tanya dan kesal di hati.

"Ke ... tu ... a ... Tar ... gan ...." bergetar suara si besar menatap pemimpinnya yang tengah mengacungkan tangan di atas bukit.

Cepat bagai semburat kilat, Targan si pimpinan bandit gurun tersebut telah melompat hingga sampai di samping si besar.

"Kau telah melaksanakan tugasmu dengan baik. Sekarang beristirahatlah kau dengan tenang." Gurat ketakutan bercelak rasa takut mewarnai raut wajah si besar, saat mendengar ucapan Targan yang dilantunakan dingin.

Gemetar kaki si besar, seakan berusaha lari menjauh, tetapi terpaku oleh rasa takut.

Aliran merah keluar deras dari luka menganga si besar. Mengalir di sekeliling Targan, lalu berkumpul membentuk bola merah di kedua pundaknya. Menyisakan onggokan tubuh si besar yang hanya tinggal tulang berbalut kulit keriput nan lapuk. Bagai kain kering pembungkus ranting.

Bergemeletuk gigi Reyez menyaksikan pembantaian di depannya. Napas panas dari amarah yang tersulut terhembus keluar, seakan mencoba membakar bandit biadap yang akan menjadi lawannya saat ini.

Senjata dihunus teracung. Denting detik terdiam dikunci tekanan ketegangan, hingga semilir angin ikut mengambang tanpa gerak di tengah ruang kosong. Sampai satu teriakan membahana termuntah dari mulut Targan.

Mengalihkan perhatian para bandit. Sekaligus menyentak nyali para prajurit yang tengah bertarung.

[Bersambung]

JKT, 04/09/15



No comments:

Post a Comment

Harap Berikan Komennya Walau Hanya Satu Kata