Selingan untuk Anda

Friday 4 September 2015

Generasi Mubadzir


Oleh : DR. Muhsin, MK
Dari : Buletin Da'wah (No.20 Thn. XLII/15 Mei 2015)

(Dengan editing seperlunya oleh Gorila)

"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan, dan syetan itu adalah ingkar kepada Tuhannya. (Q.S Al-Israa' : 27)


Hampir setiap malam remaja berkumpul. Ngobrol ngalur-ngidul diselingi tawa, atau nongkrong sambil memainkan HP. Menghabiskan pulsa dan listrik. Entah apa yang dicari.

Ada pula yang merokok dan mabuk-mabukan, bernyanyi sambil bermain musik. Adakalanya ikut perempuan yang rela digerayangi, dipeluk, dan dibelai.

Adalagi yang membawa motor hasil pembelian orang tuanya, lalu dipakai untuk kebut-kebutan dan ngetrek di jalanan.

Begitulah keadaan sebagian remaja di negara ini. Waktu, usia, tenaga, umur, juga uang habis dibuang untuk berleha-leha, senda gurau, bersantai, bermaksiat, dan melakukan aktifitas yang tidak menghasilkan apa-apa.

Mereka cuek dengan penderitaan keluarga. Bagi mereka yang penting mendapatkan kesenangan. Entah latar belakangnya dari keluarga kaya ataupun miskin.

Begitulah wajah dari generasi mubadzir. Pemboros dan pembuang waktu, energi, umur, serta harta benda, yang akan lebih banyak kerugiannya (mudharat) dibandingkan keuntungannya (maslahat). Baik bagi diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya.

Orang tua seakan tak berdaya mendidik anak-anaknya sehingga menjadi generasi mubadzir. Atau bisa juga karena ketidak pedulian mereka terhadap anak-anaknya. Bahkan sebagian malah ada yang merasa bangga memiliki anak yang menjadi bagian dari generasi mubadzir.

Padahal ada pepatah lama yang menyindir mengenai hal ini : Ayam belum pulang kandang dicari, anak belum pulang ke rumah dibiarkan.

Mungkin itulah gambaran nyata yang terjadi. Seperti ada pembiaran yang secara sengaja dilakukan oleh orang tua. Padahal remaja itu masih masih tanggung jawab kedua orang tuanya. Baik saat di dunia atau di akhirat nanti.

Bukankah Allah sudah mengingatkan lewat firmannya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim [66]6)

Generasi muda tidak boleh dibiarkan manjadi generasi mubadzir. Menghabiskan umurnya hanya untuk disia-siakan, yang lebih banyak merugikan diri dan orang lain karena perbuatannya.

Gaya hidup seperti itu akan lebih mudah menjadikan mereka budak dan mangsa Syetan. Sebab mereka dibuat menjadi lupa agama dan meninggalkan ibadah kepada Allah. Karena tidak ditanamkan iman dan ilmu agama oleh orang tuanya.

Wajarlah jika prilaku mereka cendrung menimbulkan kemudharatan, kemaksiatan, dan kemungkaran. Sehingga tidak jarang di antara mereka menjadi korban narkoba, resedivis, tawuran, seks bebas, minuman keras, dan tindakan buruk lainnya.

Kalau sudah terjadi seperti itu, maka siapakah yang akan dipersalahkan dan bertanggung jawab?

Barang tentu orang tua lah sebagai pengampunya yang akan dipanggil. Bahkan kelak di akhirat, Allah akan meminta pertanggung jawaban orang tua yang tidak mendidik  dan mengasuh anaknya dengan baik, yang menyebabkan mereka dilempar ke dalam api neraka.

Sebagai orang tua tentu kita tidak ingin melihat anak menjadi generasi mubadzir, apalagi menjadi budaknya syetan. Oleh karena itu sudah selayaknya kita mulai memperbaiki diri dan keluarga terlebih dahulu.

Diawali dengan memberikan pendidikan dan bimbingan agama, agar kelak mereka tidak menjadi generasi mubadzir yang akan merusak diri dan orang lain.

Kewajiban orang tua mendidik anaknya sudah diingatkan Allah melalui Al-Quran : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahtraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S. An-Nisaa' [4]:9).

Pendidikan di mulai sejak dalam ayunan, bahkan sejak dalam kandungan, anak-anak sudah perlu ditanamkan nilai-nilai agama Islam. Orang tua senantiasa melaksanakan ibadah dan membaca Al-Quran, sehingga didengar dan dirasakan oleh anaknya.

Anak di dalam kandungan jika sudah ditiupkan roh dan diberikan pendengaran, maka akan mendengar apa yang diucapkan oleh orang tuanya. Baik dari ibu yang sedang mengandung, maupun bapak yang mendampingi.

Bahkan gerakan ibadah seorang ibu hamil akan dirasakan, dan memberi pengaruh kepada anak di dalam kandungannya. Sehingga setelah dilahirkan akan membekas pada dirinya.

Tidak lupa makanan halal yang diberikan kepada mereka, juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa dan prilakunya dalam hidup dan kehidupannya di dunia.

Sesudah anak itu lahir, maka pendidikan agama, keimanan, dan ketakwaan sudah harus diberikan terutama oleh ibu bapaknya sendiri. Dibarengi juga dengan contoh prilaku dari keduanya, yang berazaskan agama Islam.

Apabila sudah masuk usia sekolah, selain di lembaga pendidikan formal, diperlukan juga asupan pendidikan agama Islam. Sehingga ilmu dan akhlaknya berjalan sejajar dan beriringan, dengan nilai agama tetap tertanam dalam jiwanya.

Dengan memberikan pendidikan sejak usia dini, diharapkan anak-anak kelak akan memiliki pemahaman agama yang cukup, sehingga dapat menjadi pegangan dan benteng bagi dirinya agar tidak menjadi bagian dari generasi mubadzir.

InshaAllah. Wallahu A'lam.

No comments:

Post a Comment

Harap Berikan Komennya Walau Hanya Satu Kata